Rabu, 21 September 2011

Analisis Waduk Gajah mungkur

Analisis Waduk Gajah mungkur
Waduk Gajah Mungkur adalah sebuah waduk yang terletak 3 km di selatan Kota kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Perairan danau buatan ini dibuat dengan membendung sungai terpanjang di pulau Jawa yaitu sungai Bengawan Solo. Mulai dibangun di akhir tahun 1970-an dan mulai beroperasi pada tahun 17 November 1978. Fungsi utama waduk selain untuk mengendalikan banjir ( flood control ) juga untuk irigasi yang mengairi lahan pertanian seluas lebih dari 23.600 ha di kabupaten Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Sragen, pemasok air baku untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan air industri, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 12,4 MegaWatt, pariwisata, perikanan darat.
Luas tangkapan air (Chatment area) 1.350 Km2 , Waduk Gajahmungkurÿ mampu mengendalikan banjir dari 4000 meter kubik (m3) per detik menjadi 400 meter kubik (m3) per detik. Hal ini akan mengamankan seluruh daerah di sekitar aliran bengawan solo mulai Wonogiri, Ngawi sampai ke wilayah hilir di Gresik Jawa Timur dari bencana banjir.
II. PERMASALAHAN WADUK
Terjadinya banjir pada awal tahun 2008 di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo akibat dari Waduk Gajahmungkur yang telah mengalami pendangkalan karena tingginya laju sedimentasi. Sedimentasi yang masuk ke Waduk Gajahmungkur berasal dari erosi sungai sungai yang bermuara ke waduk yang meliputi Sungai Keduang, Wiroko, Solo Hulu, Alang dan Sungai Wuryantoro. Dari ke lima sungai tersebut sungai Keduang penyumbang sedimen terbesar yaitu 1.218.580 m3 per tahun, disusul Sungai Solo Hulu mencapai 604.990 m3 per tahun. Seluruh sedimen dari sungai-sungai yang bermuara ke waduk bergerak perlahan lahan menuju pusat waduk, bahkan yang lebih memprihatinkan sedimen tersebut bergerak menuju intakeÿ yang mengganggu aliran air yang masuk ke Turbin sebagai penggerak PLTA.
Waduk Gajahmungkur didesain untuk 100 tahun terhitung sejak beroperasi tahun 1982 sampai tahun 2082, dengan kemampuan maksimal penyimpanan sedimen ( dead strorage ) sebesar 120 juta m3 dengan asumsi laju sedimen (endapan lumpur) sebesar 2 milimeter per tahun. Tetapi kenyataan sekarang laju sedimentasi mencapai 8 milimeter per tahun. Apakah umur 100 tahun bisa tercapai ? Saat ini sedimen yang masuk Waduk Gajahmungkur mencapai 2,55 juta m3 per tahun. Pada tahun 2008 ini jumlah sedimen yang masuk ke waduk mencapai 100 juta m3. Bahkan, studi penanganan sedimentasi yang dilakukan Badan Kerjasama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency / JICA). Rata rata hasil sedimen tahunan ke dalam waduk (periode 1993-2004) sebesar 3,18 juta m3. Apabila tidak ada langkah langkah yang nyata untuk mencegah sedimentasi maka umur waduk tidak akan mencapai 20 tahun kedepan.
Penebangan pohon di daerah tangkapan air (chatment area) baik hutan rakyar, perhutani, sabuk hijau (Green belt), lahan pertanian, ladang, akan menyebabkan erosi permukaan lahan semakin tinggi sehingga aliran air membawa lumpur masuk ke dalam sungai - sungai yang bermuara ke waduk, hal ini diperparah lagi dengan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan lahan pertanian pasang surut yang kuasai oleh masyarakat untuk tanam padi dan palawijo pada musim kemarau. Daerah Aliran Sungai seharusnya merupakan daerah hijau untuk mencegah erosi tanah pada saat terjadi banjir. Laju sedimentasi ke pusat waduk semakin tinggi jika di areal waduk dibuat lahan pasang surut untuk bercocok tanam, penggemburan tanah selama penanaman akan mudah sekali terjadi erosi saat hujan turun. 92% sedimen yang masuk ke waduk berasal dari erosi permukaan lahan.
III. PENANGANAN SEDIMENTASI
Peran masyarakat di seluruh daerah Chatment area untuk tidak melakukan penebangan pohon, perusakan Green belt, tetapi melakukan tanam kembali di sekitar waduk agar dapat menahan laju lumpr kedalam waduk. pemanfaatan DAS sebagai lahan pertanian dengan baik. Melakukan pengerukan pada sedimentsai secara rutin. Mengubah pola perilaku masyarakat peduli waduk dengan memberikan penyuluhan secara terus menerus akan menghasilkan sikap rasa memiliki terhadap waduk Gajahmungkur. membuat pancang beton di hulu Keduang dan mengalihkan alur Kali Keduang agar menjauh dari intake. Tidak membuang sampah kedalam sungai yang mengakibatkan pemampatan pada saluran air yang berada di waduk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar